FAKTA GRUP – Penyelesaian perselisihan antara PT. Sasmita Bumi Wijaya dengan 10 orang karyawan yang di PHK berlangsung di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Trasmigrasi (Disnakertrans) Sanggau, Jumat 24 Januari 2025 sore.
Disnakertrans memfasilitasi mediasi kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh PT. SBW kepada sepuluh karyawan yang bekerja sebagai satpam.
Mediasi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam dari pukul 14.30-17.30 Wib itu tidak mencapai kesepakatan atau deadlock. Kedua belah pihak, PT. SBW dan Pekerja masih saling berselisih pendapat terkait kebijakan PHK yang dilakukan pihak manajemen PT.SBW.
PT. SBW yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang kelapa sawit di Kecamatan Tayan Hulu telah memecat sepuluh orang karyawan yang bekerja sebagai satpam. Pemecatan didasarkan pada, pelanggaran berat yang telah dilakukan oleh para pekerja. Yakni, telah melakukan pungutan liar (Pungli) terhadap para supir truk pengantar buah sawit.
Usai proses mediasi. Ketua, Serikat Pekerja Mandiri (SPM) PT. SBW, Yohanes Kristian Feri mengatakan, pihaknya telah meminta manajemen PT. SWB untuk mencabut keputusan PHK yang dikenakan kepada sepuluh orang satpam tersebut.
Yohanes menilai, manajemen perusahaan seharusnya mengambil keputusan dengan mengacu pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Lanjutnya, dalam PKB Pasal 57, poin 9 da 10 bahwa pelanggaran berat seperti Pungli seharusnya sanksi yang diberikan berupa teguran dengan Surat Peringatan Terkait atau dikenal SP3, bukannya langsung pada PHK.
“Untuk kasus Pungli atau terima sogokan ini, prosesnya surat peringatan ketiga,” kata Yohanes usai mediasi di Kantor Disnakertrans Kabupaten Sanggau.
“Cuma dari pihak perusahaan masih mengacu kepada Pasal 60, poin 8 (dalam PKB, red) yaitu PHK,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Sanggau, Roni Fauzan menjelaskan, manajemen PT. SBW melakukan PHK, berdasarkan temuan Tim Internal Control (IC) yang menyatakan adanya Pungli yang telah dilakukan oleh sepuluh karyawan yang bekerja sebagai satpam. Pungli masuk dalam pelanggaran berat, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan PKB.
Roni menjelaskan, berdasarkan aturan apabila seorang pekerja terbukti melakukan pelanggaran berat seperti Pungli, maka sanksinya perusahaan bisa memberikan SP3 ataupun langsung melakukan PHK.
“PHK nya ada dan SP3 nya ada, dua-duanya diatur sehingga perusahaan mengambil itu, mengambil PHK,” ujar Roni Fauzan.
“Dan itu di PP. Nomor 35 juga membenarkan bahwa itu tidak perlu ada peringatan, terkait dengan pelanggan berat ini,” tambahnya.
Roni, sapaan akrabnya menjelaskan lagi bahwa pada saat mediasi kedua belah pihak masih belum menemui kata sepakat terkait perselisihan yang terjadi atau dead lock. Selanjutnya, penyelesaian perselisihan akan dilimpahkan ke Disnakertrans Provinsi Kalimantan Barat untuk melakukan mediasi.
“Dead lock sampai tanggal 30, kalau memang tidak ada jawaban dari perusahaan, ataupun ada jawaban yang masih menyatakan bahwa tetap PHK, itu kami akan limpahkan ke provinsi,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Ketua, Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Tayan Hulu, Hariyanto yang turut hadir dalam proses mediasi mengharapkan PT. SBW mencabut keputusan PHK terhadap sepuluh orang satpam yang dianggap melakukan pelanggaran berat. Menurutnya, aspek kemanusiaan harus dikedepankan oleh perusahaan dalam mengambil keputusan.
“Menurut saya dengan dasar kemanusiaan, ini mesti kita berikan kesempatan kepada security sepuluh orang yang diberhentikan oleh perusahaan,” kata Hariyanto.
Selaku tokoh masyarakat, Hariyanto berpendapat, perusahaan seharusnya membina para pekerjaannya. Sehingga, bisa bekerja lebih baik dan membantu perusahaan berkembang.
Terlebih, selama ini masyarakat di Kecamatan Tayan Hulu selalu menyambut baik investasi yang masuk dan sangat mendukung iklim investasi berkembang baik. Menurutnya, sangat wajar jika perusahaan mempertimbangkan permohonan para pekerja yang merupakan masyarakat Kecamatan Tayan Hulu.
“Tetapi ketika orang bersalah, kita tidak pernah memberikan kesempatan mereka berubah. Ini masalah buat kita ke depan,” tegas dia.
“Tapi kalau perusahaan tetap berkeras (melakukan PHK,red), ya kita repot mengurus dampak sosial. Karena dampak sosial ini tidak bisa kita ukur saat ini,” terangnya.
Hariyanto berharap, PT. SBW bisa mengabulkan permohonan pencabutan PHK dari para karyawan yang berkerja sebagai satpam. Sehingga, perselisihan yang ada tidak harus lanjut ke meja hijau Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
“Mengapa kita harus sampai ke PHI? Karena ini kan masalah kecil. Saya berharap masalah ini kita bisa selesaikan di tingkat kabupaten,” pungkasnya.