NASIONAL – Ketua Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. Dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A, Subsp.Resp(K), mengingatkan pentingnya disiplin minum obat bagi pasien tuberkulosis (TBC). Ia menyampaikan bahwa menghentikan pengobatan TBC di tengah jalan bisa berdampak serius.
“Itu ada bahayanya, bukan hanya tidak sembuh, tetapi si kuman yang sedang diobati itu menjadi kebal obat,” ujarnya.
Jika pasien menghentikan pengobatan sebelum waktunya, bisa terjadi kondisi Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO). Dalam kondisi ini, obat anti-tuberkulosis (OAT) yang biasanya efektif menjadi tidak lagi mampu membunuh kuman Mycobacterium tuberculosis.
“Pasien TB RO harus minum lebih banyak obat setiap hari dan menjalani pengobatan dalam jangka yang lebih lama,” jelasnya. Proses pengobatan TB RO bisa berlangsung antara sembilan bulan hingga dua tahun, dengan pengawasan ketat dari tenaga medis.
Tak hanya lebih sulit diobati, pasien TB RO juga berpotensi menyebarkan kuman yang sudah kebal ke orang lain, sehingga menyulitkan upaya pengendalian penyakit TBC di masyarakat.
Untuk mencegah kondisi ini, Dokter Nastiti mengimbau agar pasien TBC meminum obat secara teratur dan tuntas, sesuai dengan standar pengobatan yang telah ditentukan. Ia menambahkan bahwa putus obat TBC bisa terjadi karena pasien lupa minum obat beberapa hari berturut-turut, atau karena sering memuntahkan obat yang telah diminum.
Pasien yang mengalami hal ini disarankan untuk menjalani pemeriksaan guna mengetahui kemungkinan resistensi obat. Namun, ia menegaskan bahwa satu atau dua kali kelupaan minum obat bukan berarti pasien harus memulai pengobatan dari awal.
“Dokter akan memperhitungkan berapa persentase obat yang sudah berhasil diminum, berapa yang miss (terlewat), kalau miss-nya sedikit, obat bisa tetap dilanjutkan,” jelas dokter spesialis respirologi anak dari FKUI-RSCM tersebut.
Dokter Nastiti juga menjelaskan bahwa obat TBC bisa menyebabkan efek samping pada hati, seperti gejala menguning. Namun, hal itu biasanya disebabkan oleh hati yang sedang beradaptasi dengan obat. Dalam kondisi ini, dokter dapat menyarankan penghentian sementara pengobatan, lalu melanjutkannya kembali setelah kondisi membaik.
Pemantauan intensif umumnya dilakukan pada dua bulan awal pengobatan. Biasanya, pasien akan menunjukkan perkembangan positif seperti penurunan demam dan peningkatan berat badan.
“Pada anak, ketika sudah menyelesaikan pengobatan dengan obat anti-tuberkulosis, secara full sudah sembuh, jangka panjangnya tidak akan berefek apa-apa lagi,” tutup Dokter Nastiti.